Tumbuhnya Organisasi Kepemudaan di
Indonesia
A.
Latar Belakang Pembentukan Organisasi
Pergerakan Nasional
Sejak kedatangan
bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Nusantara pada abad ke-16, bangsa Indonesia
telah mengadakan perlawanan. Namun segala bentuk perlawanan yang dilakukan
tersebut selalu mengalami kegagalan. Adapun faktor penyebab gagalnya perjuangan
bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah adalah:
a. Perjuangan bersifat
kedaerahan
b. Perlawanan tidak
dilakukan secara serentak.
c. Masih tergantung
pimpinan (jika pemimpin tertangkap, perlawanan terhenti).
d. Kalah dalam
persenjataan.
Berdasarkan pengalaman
tersebut, kaum terpelajar ingin berjuang dengan cara yang lebih modern yaitu
menggunakan kekuatan organisasi. Pada tanggal 20 Mei 1908 kaum terpelajar
mendirikan wadah perjuangan yang dikenal dengan Budi Utomo. Lahirnya Budi Utomo
ini kemudian diikuti oleh lahirnya organisasi-organisasi sosial, ekonomi, dan
politik yang lain. Lahirnya organisasi-organisasi tersebut menandai lahirnya
masa pergerakan nasional. Pergerakan nasional ini mempunyai ciri-ciri yang
berbeda dengan pergerakan bangsa Indonesia sebelumnya. Pergerakan nasional
setelah tahun 1908 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pergerakan bersifat
kebangsaan (nasional).
b. Pergerakan menggunakan
sistem organisasi yang modern dan demokratis, serta tidak terpusat pada
pimpinan.
c. Pergerakan didirikan
oleh kaum terpelajar yang memiliki pandangan luas dan jauh ke depan.
d. Bentuk perjuangan tidak
bersifat fisik, melainkan gerak sosial,ekonomi, dan pendidikan.
Masa pergerakan nasional (1908 - 1942), dibagi dalam tiga tahap berikut.
1. Masa pembentukan (1908
- 1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Indische
Partij.
2. Masa
radikal/nonkooperasi (1920 - 1930), berdiri organisasi seperti Partai Komunis
Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia
(PNI).
3. Masa moderat/kooperasi
(1930 - 1942), berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo, dan Gapi. Di
samping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan
organisasi perempuan.
B. Perkembangan Pergerakan
Nasional
1. Budi Utomo
Organisasi Budi Utomo (BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para
mahasiswa STOVIA di Batavia dengan Sutomo sebagai ketuanya. Terbentuknya
organisasi tersebut atas ide dr. Wahidin Sudirohusodo yang sebelumnya telah
berkeliling Jawa untuk menawarkan idenya membentuk Studiefounds.
|
Dr Sutomo
|
Gagasan Studiesfounds
bertujuan untuk menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang
berprestasi, namun tidak mampu melanjutnya studinya. Gagasan itu tidak terwujud,
tetapi gagasan itu melahirkan Budi Utomo. Tujuan Budi
Utomo adalah memajukan pengajaran dan kebudayaan.
Tujuan tersebut ingin dicapai dengan usaha-usaha sebagai berikut:
a. memajukan pengajaran;
b. memajukan pertanian,
peternakan dan perdagangan;
c. memajukan teknik dan
industri
d. menghidupkan kembali
kebudayaan.
Dilihat dari tujuannya, Budi Utomo bukan merupakan organisasi
politik melainkan merupakan organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA
sebagai intinya. Sampai menjelang kongresnya yang pertama di Yogyakarta telah
berdiri tujuh cabang Budi Utomo, yakni di Batavia, Bogor, Bandung,
Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo. Untuk mengonsolidasi diri (dengan
dihadiri 7 cabangnya), Budi Utomo mengadakan kongres
yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Kongres memutuskan
hal-hal sebagai berikut :
a. Budi Utomo tidak
ikut dalam mengadakan kegiatan politik.
b. Kegiatan Budi
Utomo terutama ditujukan pada bidang pendidikan dan kebudayaan.
c. Ruang gerak Budi
Utomo terbatas pada daerah Jawa dan Madura.
d. Memilih R.T.
Tirtokusumo, Bupati Karanganyar sebagai ketua.
e. Yogyakarta ditetapkan
sebagai pusat organisasi.
Sampai dengan akhir tahun 1909, telah berdiri 40 cabang Budi
Utomo dengan jumlah anggota mencapai 10.000 orang. Akan tetapi,
dengan adanya kongres tersebut tampaknya terjadi pergeseran pimpinan dari
generasi muda ke generasi tua. Banyak anggota muda yang menyingkir dari barisan
depan, dan anggota Budi Utomo kebanyakan dari golongan priayi dan
pegawai negeri. Dengan demikian, sifat protonasionalisme dari para
pemimpin yang tampak pada awal berdirinya Budi Utomo terdesak ke
belakang. Strategi perjuangan BU pada dasarnya bersifat kooperatif.
Mulai tahun 1912 dengan tampilnya Notodirjo sebagai ketua menggantikan R.T.
Notokusumo, Budi Utomo ingin mengejar ketinggalannya. Akan tetapi,
hasilnya tidak begitu besar karena pada saat itu telah muncul
organisasi-organisasi nasional lainnya, seperti Sarekat Islam (SI) dan Indiche
Partij (IP).
Namun demikian, Budi Utomo tetap mempunyai andil dan jasa yang besar
dalam sejarah pergerakan nasional, yakni telah membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan Indonesia.
Itulah sebabnya tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional
yang kita peringati setiap tahun hingga sekarang.
2. Sarekat Islam (SI)
|
H Samanhudi
|
Tiga tahun setelah berdirinya Budi Utomo, yakni tahun 1911 berdirilah
Sarekat Dagang Islam ( SDI ) di Solo oleh H. Samanhudi, seorang pedagang batik
dari Laweyan Solo.
Organisasi Sarekat Dagang Islam berdasar pada dua hal berikut ini
:
a. Agama Islam.
b. Ekonomi, yakni untuk
memperkuat diri dari pedagang Cina yang berperan sebagai leveransir (seperti
kain putih, malam, dan sebagainya).
Atas prakarsa H.O.S. Cokroaminoto, nama Sarekat Dagang
Islam kemudian diubah menjadi Sarekat Islam ( SI ), dengan tujuan
untuk memperluas anggota sehingga tidak hanya terbatas pada pedagang
saja.
Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10 September 1912, ditetapkan
tujuan Sarekat Islam sebagai berikut:
a. memajukan perdagangan
b. membantu para anggotanya yang mengalami
kesulitan dalam bidang usaha (permodalan);
c. memajukan kepentingan
rohani dan jasmani penduduk asli;
d. memajukan kehidupan
agama Islam.
Melihat tujuannya tidak
tampak adanya kegiatan politik. Akan tetapi, Sarekat Islam dengan
gigih selalu memperjuangkan keadilan dan kebenaran terhadap penindasan dan
pemerasan oleh pemerintah kolonial. Dengan demikian, di samping tujuan ekonomi
juga ditekankan adanya saling membantu di antara anggota. Itulah sebabnya dalam
waktu singkat, Sarekat Islam berkembang menjadi anggota massa yang
pertama di Indonesia. Sarekat
Islam merupakan gerakan nasionalis, demokratis dan ekonomis,
serta berasaskan Islam dengan haluan kooperatif.
Mengingat
perkembangan Sarekat Islam yang begitu pesat maka timbullah
kekhawatiran dari pihak Gubernur Jenderal Indenberg sehingga
permohonan Sarekat Islam sebagai organisasi nasional yang
berbadan hukum ditolak dan hanya diperbolehkan berdiri secara lokal. Pada tahun
1914 telah berdiri 56 Sarekat Islam lokal yang diakui sebagai badan
hukum.
Pada tahun 1915
berdirilah Central Sarekat Islam (CSI) yang berkedudukan di Surabaya. Tugasnya
ialah membantu menuju kemajuan dan kerjasama antar Sarekat Islam lokal.
Pada tanggal 17–24 Juni 1916 diadakan Kongres SI Nasional Pertama di
Bandung yang dihadiri oleh 80 Sarekat Islam lokal dengan anggota
360.000 orang anggota. Dalam kongres tersebut telah disepakati istilah
"nasional", dimaksudkan bahwa Sarekat Islam menghendaki
persatuan dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia menjadi satu bangsa.
Sifat Sarekat
Islam yang demokratis dan berani serta berjuang terhadap kapitalisme untuk
kepentingan rakyat kecil sangat menarik perhatian kaum sosialis kiri yang
tergabung dalam Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) pimpinan
Sneevliet (Belanda), Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin (Indonesia).
Itulah sebabnya dalam perkembangannya Sarekat Islam pecah menjadi
dua kelompok berikut ini :
a. Kelompok nasionalis
religius ( nasionalis keagamaan) yang dikenal dengan Sarekat
Islam Putih dengan asas perjuangan Islam di bawah pimpinan H.O.S.
Cokroaminoto.
b. Kelompok ekonomi
dogmatis yang dikenal dengan nama Sarekat Islam Merah dengan haluan
sosialis kiri di bawah pimpinan Semaun dan Darsono.
3. Indische Partij (IP)
|
Douwes Dekker
|
Indische Partij (IP)
didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni
Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat
(Ki Hajar Dewantara).
Organisasi ini
mempunyai cita-cita untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik
golongan Indonesia asli maupun golongan Indo, Cina, Arab, dan sebagainya.
Mereka akan dipadukan dalam kesatuan bangsa dengan membutuhkan semangat
nasionalisme Indonesia. Cita-cita Indische Partij banyak
disebar-luaskan melalui surat kabar De Expres. Di samping itu juga
disusun program kerja sebagai berikut:
a. meresapkan cita-cita
nasional Hindia (Indonesia).
b. memberantas kesombongan
sosial dalam pergaulan, baik di bidang pemerintahan, maupun kemasyarakatan.
c. memberantas usaha-usaha
yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu dengan yang lain.
d. memperbesar pengaruh
pro-Hindia di lapangan pemerintahan.
e. berusaha untuk
mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Hindia.
f. dalam hal pengajaran,
kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat
mereka yang ekonominya lemah.
Melihat tujuan dan cara-cara mencapai tujuan seperti tersebut di atas maka
dapat diketahui bahwa Indische Partij berdiri di atas nasionalisme
yang luas menuju Indonesia merdeka. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa Indische Partij merupakan partai politik pertama di
Indonesia dengan haluan kooperasi. Dalam waktu yang singkat telah mempunyai
30 cabang dengan anggota lebih kurang 7.000 orang yang kebanyakan orang Indo.
Oleh karena sifatnya yang progresif menyatakan diri sebagai partai politik
dengan tujuan yang tegas, yakni Indonesia merdeka sehingga pemerintah menolak
untuk memberikan badan hukum dengan alasan Indische Partij bersifat
politik dan hendak mengancam ketertiban umum. Walaupun demikian, para
pemimpin Indische Partij masih terus mengadakan propaganda untuk
menyebarkan gagasan-gagasannya.
Satu hal yang sangat menusuk perasaan pemerintah Hindia Belanda adalah
tulisan Suwardi Suryaningrat yang berjudul Als ik een Nederlander was
(seandainya saya seorang Belanda) yang isinya berupa sindiran terhadap
ketidakadilan di daerah jajahan. Oleh karena kegiatannya sangat mencemaskan
pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913 ketiga pemimpin Indische
Partij dijatuhi hukuman pengasingan dan mereka memilih Negeri Belanda
sebagai tempat pengasingannya.
Dengan diasingkannya ketiga pemimpin Indische Partij maka
kegiatan Indische Partij makin menurun. Selanjutnya, Indische
Partij berganti nama menjadi Partai Insulinde dan pada tahun
1919 berubah lagi menjadi National Indische Partij (NIP). National
Indische Partij tidak pernah mempunyai pengaruh yang besar di kalangan
rakyat dan akhirnya hanya merupakan perkumpulan orang-orang terpelajar.
4. Muhammadiyah
|
KH Ahmad Dahlan
|
Muhammadiyah didirikan
oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Asas
perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan Indonesia, sifatnya nonpolitik.
Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial menuju kepada
tercapainya kebahagiaan lahir batin.
Tujuan Muhammadiyah ialah sebagai berikut :
a. memajukan pendidikan
dan pengajaran berdasarkan agama Islam;
b. mengembangkan
pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut agama Islam.
Untuk mencapai tujuan
tersebut, usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
a. mendirikan
sekolah-sekolah yang berdasarkan agama Islam ( dari TK sampai dengan perguruan
tinggi);
b. mendirikan
poliklinik-poliklinik, rumah sakit, rumah yatim, dan masjid;
c. menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan keagamaan.
Muhammadiyah berusaha
untuk mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis. Itulah
sebabnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern
dan memperteguh keyakinan tentang agama Islam sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenarnya. Kegiatan Muhammadiyah juga telah memperhatikan
pendidikan wanita yang dinamakan Aisyiah, sedangkan untuk kepanduan disebut
Hizbut Wathon ( HW ).
Sejak berdiri di
Yogyakarta (1912) Muhammadiyah terus mengalami perkembangan yang pesat. Sampai
tahun 1913, Muhammadiyah telah memiliki 267 cabang yang tersebar di Pulau Jawa.
Pada tahun 1935, Muhammadiyah sudah mempunyai 710 cabang yang tersebar di Pulau
Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.
5. Gerakan Pemuda
Gerakan pemuda Indonesia, sebenarnya telah dimulai sejak berdirinya Budi
Utomo, namun sejak kongresnya yang pertama perannya telah diambil oleh golongan
tua (kaum priayi dan pegawai negeri) sehingga para pemuda kecewa dan keluar
dari organisasi tersebut. Baru beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 7
Maret 1915 di Batavia berdiri Trikoro Dharmo oleh R. Satiman Wiryosanjoyo,
Kadarman, dan Sunardi. Trikoro Dharmo yang diketui oleh R. Satiman Wiryosanjoyo
merupakan oeganisasi pemuda yang pertama yang anggotanya terdiri atas para
siswa sekolah menengah berasal dari Jawa dan Madura. Trikoro Dharmo, artinya
tiga tujuan mulia, yakni sakti, budi, dan bakti. Tujuan perkumpulan ini adalah
sebagai berikut:
a. mempererat tali
persaudaraan antar siswa-siswi bumi putra pada sekolah menengah dan perguruan
kejuruan;
b. menambah pengetahuan
umum bagi para anggotanya;
c. membangkitkan dan
mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya.
Tujuan tersebut sebenarnya baru merupakan tujuan perantara. Adapun tujuan
yang sebenarnya adalah seperti apa yang termuat dalam majalah Trikoro Dharmo
yakni mencapai Jawa raya dengan jalan memperkokoh rasa persatuan antara
pemuda-pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok. Oleh karena sifatnya yang
masih Jawa sentris maka para pemuda di luar Jawa (tidak berbudaya Jawa) kurang
senang.
Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni
1918 namanya diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Sesuai dengan anggaran
dasarnya, Jong Java ini bertujuan untuk mendidik para anggotanya supaya kelak
dapat menyumbangkan tenaganya untuk membangun Jawa raya dengan jalan mempererat
persatuan, menambah pengetahuan, dan rasa cinta pada budaya sendiri.
Sejalan dengan munculnya Jong Java, pemuda-pemuda di daerah lain juga
membentuk organisasi-organisasi, seperti Jong Sumatra Bond, Pasundan, Jong
Minahasa, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Batak, Pemuda Kaum Betawi, Sekar
Rukun, Timorees Verbond, dan lain-lain. Pada dasarnya semua organisasi itu
masih bersifat kedaerahan, tetapi semuanya mempunyai cita-cita ke arah kemajuan
Indonesia, khususnya memajukan budaya dan daerah masing-masing.
6. Taman Siswa
|
Ki Hajar Dewantara
|
Sekembalinya dari tanah
pengasingannya di Negeri Belanda (1919), Suwardi Suryaningrat menfokuskan
perjuangannya dalam bidang pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922 Suwardi
Suryaningrat (lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara) berhasil mendirikan
perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Dengan berdirinya Taman Siswa, Suwardi
Suryaningrat memulai gerakan baru bukan lagi dalam bidang politik melainkan
bidang pendidikan, yakni mendidik angkatan muda dengan jiwa kebangsaan
Indonesia berdasarkan akar budaya bangsa.
Sekolah Taman Siswa dijadikan
sarana untuk menyampaikan ideologi nasionalisme kebudayaan, perkembangan
politik, dan juga digunakan untuk mendidik calon-calon pemimpin bangsa yang
akan datang. Dalam hal ini, sekolah merupakan wahana untuk meningkatkan derajat
bangsa melalui pengajaran itu sendiri. Selain pengajaran bahasa (baik bahasa
asing maupun bahasa Indonesia), pendidikan Taman Siswa juga memberikan
pelajaran sejarah, seni, sastra (terutama sastra Jawa dan wayang), agama,
pendidikan jasmani, dan keterampilan (pekerjaan tangan) merupakan kegiatan
utama perguruan Taman Siswa.
Pendidikan Taman Siswa
dilakukan dengan sistem "among" dengan pola belajar "asah, asih
dan asuh". Dalam hal ini diwajibkan bagi para guru untuk bersikap dan
berlaku "sebagai pemimpin" yakni di depan memberi contoh, di tengah
dapat memberikan motivasi, dan di belakang dapat memberikan pengawasan yang
berpengaruh. Prinsip pengajaran inilah yang kemudian dikenal dengan pola
kepemimpinan "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani ". Pola kepemimpinan ini sampai sekarang masih menjadi ciri
kepemimpinan nasional.
Berkat jasa dan
perjuangannya yakni mencerdaskan kehidupan menuju Indonesia merdeka maka
tanggal 2 Mei (hari kelahiran Ki Hajar Dewantara) ditetapkant sebagai hari
Pendidikan Nasional. Di samping itu, "Tut Wuri Handayani" sebagai
semboyan terpatri dalam lambang Departemen Pendidikan Nasional.
7. Partai Komunis
Indonesia (PKI)
Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke Indonesia oleh seorang Belanda
yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar Marxisme inilah kemudian pada
tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet bersama-sama dengan J.A. Brandsteder,
H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische
Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV tidak dapat berkembang sehingga Sneevliet
melakukan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh SI dengan
menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya
anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV.
Dengan cara itu Sneevliet dan kawan-kawannya telah mempunyai pengaruh yang
kuat di kalangan SI, lebih-lebih setelah berhasil mengambil alih beberapa
pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara
khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya SI Cabang Semarang
yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna Marxisnya dan
selanjutnya terjadilah perpecahan dalam tubuh SI.
Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan
selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia. (PKI).
Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua), Darsono (wakil ketua),
Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara).
PKI semakin aktif dalam percaturan politik dan untuk menarik massa maka
dalam propagandanya PKI menghalalkan secara cara. Sampai-sampai tidak
segan-segan untuk mempergunakan kepercayaan rakyat kepada ayat-ayat Al - Qur'an
dan Hadis bahkan juga Ramalan Jayabaya dan Ratu Adil.
Kemajuan yang diperolehnya ternyata membuat PKI lupa diri sehingga
merencanakan suatu petualangan politik. Pada tanggal 13 November 1926 PKI
melancarkan pemberontakan di Batavia dan disusul di daerah-daerah lain, seperti
Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Sumatra Barat pemberontakan PKI
dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu yang singkat semua
pemberontakan PKI tersebut berhasil ditumpas. Akhirnya, ribuan rakyat
ditangkap, dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan Digul Atas (Papua).
8. Partai Nasional
Indonesia (PNI)
Algemene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun
1925 telah mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan partai politik,
yakni Partai Nasional Indonesia ( PNI). PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4
Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr.
Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir. Soekarno
sebagai ketuanya. Kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota Perhimpunan
Indonesia di Negeri Belanda yang baru kembali ke tanah air.
Radikal PNI telah kelihatan sejak awal berdirinya. Hal ini terlihat dari
anggaran dasarnya bahwa tujuan PNI adalah Indonesia merdeka dengan strategi
perjuangannya nonkooperasi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka PNI berasaskan
pada self help, yakni prinsip menolong diri sendiri, artinya memperbaiki
keadaan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang telah rusak oleh penjajah
dengan kekuatan sendiri; nonkooperatif, yakni tidak mengadakan kerja sama
dengan pemerintah Belanda; Marhaenisme, yakni mengentaskan massa dari
kemiskinan dan kesengsaraan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI telah menetapkan program kerja
sebagaimana dijelaskan dalam kongresnya yang pertama di Surabaya pada tahun
1928, seperti berikut :
a. Usaha politik, yakni
memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran atas persatuan bangsa
Indonesia, memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama
dengan bangsa-bangsa Asia, dan menumpas segala rintangan bagi kemerdekaan diri
dan kehidupan politik.
b. Usaha ekonomi, yakni
memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, serta mendirikan bank-bank dan koperasi.
c. Usaha sosial, yaitu
memajukan pengajaran yang bersifat nasional, meningkatkan derajat kaum wanita,
memerangi pengangguran, memajukan transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat,
antara lain dengan mendirikan poliklinik.
Untuk menyebarluaskan
gagasannya, PNI melakukan propaganda-propaganda, baik lewat surat kabar,
seperti Banteng Priangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia, maupun
lewat para pemimpin khususnya Ir. Soekarno sendiri. Dalam waktu singkat, PNI
telah berkembang pesat sehingga menimbulkan kekhaw-tiran di pihak pemerintah
Belanda. Pemerintah kemudian memberikan peringatan kepada pemimpin PNI agar
menahan diri dalam ucapan, propaganda, dan tindakannya.
Dengan munculnya isu
bahwa PNI pada awal tahun 1930 akan mengadakan pemberontakan maka pada tanggal
29 Desember 1929, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara
besar-besaran dan menangkap empat pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno, Maskun,
Gatot Mangunprojo dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di
Bandung.
Dalam sidang
pengadilan, Ir. Soerkarno mengadakan pembelaan dalam judul Indonesia Menggugat.
Atas dasar tindakan melanggar Pasal "karet" 153 bis dan Pasal 169
KUHP, para pemimpin PNI dianggap mengganggu ketertiban umum dan menentang
kekuasaan Belanda sehingga dijatuhi hukuman penjara di Penjara Sukamiskin
Bandung. Sementara itu, pimpinan PNI untuk sementara dipegang oleh Mr. Sartono
dan dengan pertimbangan demi keselamatan maka pada tahun 1931 oleh pengurus
besarnya PNI dibubarkan. Hal ini menimbulkan pro dan kontra.
Mereka yang pro
pembubaran, mendirikan partai baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo) di
bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang kontra, ingin tetap melestarikan nama
PNI dengan mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) di bawah
pimpinan Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
9. Gerakan Wanita
|
RA Kartini
|
Munculnya gerakan
wanita di Indonesia, khusunya di Jawa dirintis oleh R.A. Kartini yang kemudian
dikenal sebagai pelopor pergerakan wanita Indonesia. R.A. Kartini bercita-cita
untuk mengangkat derajat kaum wanita Indonesia melalui pendidikan. Cita-citanya
tersebut tertulis dalam surat-suratnya yang kemudian berhasil dihimpun dalam
sebuah buku yang diterjemahkan dalam judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Cita-cita
R.A. Kartini ini mempunyai persamaan dengan Raden Dewi Sartika yang berjuang di
Bandung.
Semasa Pergerakan
Nasional maka muncul gerakan wanita yang bergerak di bidang pendidikan dan
sosial budaya. Organisasi-organisasi yang ada, antara lain sebagai berikut :
a. Putri Mardika di
Batavia (1912) dengan tujuan membantu keuangan bagi wanita-wanita yang akan
melanjutkan sekolahnya. Tokohnya, antara lain R.A. Saburudin, R.K. Rukmini, dan
R.A. Sutinah Joyopranata.
b. Kartinifounds, yang
didirikan oleh suami istri T.Ch. van Deventer (1912) dengan membentuk
sekolah-sekolah Kartinibagi kaum wanita, seperti di Semarang, Batavia,
Malang, dan Madiun.
c. Kerajinan Amal Setia,
di Koto Gadang Sumatra Barat oleh Rohana Kudus (1914).Tujuannya meningkatkan
derajat kaum wanita dengan cara memberi pelajaran membaca, menulis, berhitung,
mengatur rumah tangga, membuat kerajinan, dan cara pemasarannya.
d. Aisyiah, merupakan
organisasi wanita Muhammadiyah yang didirikan oleh Ny. Hj. Siti Walidah Ahmad
Dahlan (1917). Tujuannya untuk memajukan pendidikan dan keagamaan kaum wanita.
e. Organisasi Kewanitaan
lain yang berdiri cukup banyak, misalnya Pawiyatan Wanito di Magelang (1915),
Wanito Susilo di Pemalang (1918), Wanito Rukun Santoso di Malang, Budi Wanito
di Solo, Putri Budi Sejati di Surabaya (1919), Wanito Mulyo di Yogyakarta
(1920), Wanito Utomo dan Wanito Katolik di Yogyakarta (1921), dan Wanito Taman
Siswa (1922).
Organisasi wanita juga
muncul di Sulawesi Selatan dengan nama Gorontalosche Mohammadaanche
Vrouwenvereeniging. Di Ambon dikenal dengan nama Ina Tani yang lebih condong ke
politik. Sejalan dengan berdirinya organisasi wanita, muncul juga surat kabar
wanita yang bertujuan untuk menyebarluaskan gagasan dan pengetahuan kewanitaan.
Surat kabar milik organisasi wanita, antara lain Putri
Hindia di Bandung, Wanito Sworo di Brebes, Sunting Melayu di Bukittinggi,
Esteri Utomo di Semarang, Suara Perempuan di Padang, Perempunan Bergolak di Medan,
dan Putri Mardika di Batavia.
Puncak gerakan wanita,
yaitu dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal
22–25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres menghasilkan bentuk perhimpunan
wanita berskala nasional dan berwawasan kebangsaan, yakni Perikatan Perempuan
Indonesia (PPI). Dalam Kongres Wanita II di Batavia pada tanggal 28–31 Desember
1929 PPI diubah menjadi Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia (PPII). Kongres
Wanita I merupakan awal dari bangkitnya kesadaran nasional di kalangan wanita
Indonesia sehingga tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari Ibu.
Analisis
Adanya penjajahan di negeri Indonesia membuat dan memberikan perhatian bagi
pahlawan bangsa ini untuk bisa membebaskan bangsa ini dari penjajahan. Salah
satu jalan yang ditempuh dalam penggerak kemerdekaan ini adalah melalui
organisasi. Organisasi ini antara lain Budi Utom, Serikat Islam, Indische
Partij dan lainnya.
Pergerakan nasional di Indonesia dapat digolongkan ke dalam empat kategori yaitu,
pertama, pelopor pergerakan yang antara lain adalah budi utomo, serekat islam
dan indische partij. Kedua, Masa Radikal yang antara lain, Perhimpunan
Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia, dan Partindo,
PNI-Baru, Gerindo. Ketiga, Gerakan Akhir Masa Hindia Belanda yang terdiri dari
Fraksi Nasional, Petisi Sutardjo dan Gabungan Politik Indonesia. Keempat,
Gerakan Perempuan dan Pemuda yang terdiri dari gerakan perempuan dan gerakan
pemuda.






Tidak ada komentar:
Posting Komentar